Kamis, 03 Juli 2014

PARA PEREMPUAN TANGGUH MERAH PUTIH

Kaum perempuan pada waktu itu lebih banyak menyerap model-model glamour dari dunia publik yang lebih fisik sambil sedikit demi sedikit melupakan tokoh-tokoh pejuang perempuan Indonesia”--- Martha Tilaar

MARTHA TILAAR,
Si “Elek” yang Kian Rupawan.


“Martha Tilaar”, sejurus namanya mengingatkan kita pada sebuah produk kosmetik lokal Indonesia. Sari Ayu , merupakan produk domplengan Martha Tilaar yang cukup dikenal. Martha Tilaar sendiri bukan hanya ikon sebuah produk kecantikan. Sesunguhnya ia merupakan sosok perempuan yang tangguh dan gigih menggapai segala mimpinya. Perempuan berbudaya yang berkontribusi bagi bangsa dengan memperkenalkan kearifan budaya lokal melalui pemanfaatan kosmetik berbahan dasar alam tanah air.
Martha Tilaar, lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 4 September 1937.  Ibunda Martha bernama Herna, dan ayahnya bernama Hadana. Ia adalah keturunan Jawa Tionghoa. Kedua nenek dari pihak ayah dan ibunya merupakan Jawa asli, asal Sleman dan Purworejo. Sedangkan kakeknya yang bernama Pranoto Liem merupakan keturunan etnis Tiongkok. Semangat wirausaha Martha memang tidak diwariskan sang ayah, karena beliau adalah seorang guru pada masanya. Bakat itu datang dari “eyang kakung”, panggilan Martha pada kakek nya yang merupakan seorang pedagang palawija sekaligus seorang levaransir tentara Belanda di tangsi Gombong, Jawa Tengah.
Pelajaran menjadi seorang pengampit—sebutan untuk seorang pedagang dalam bahasa jawa--  berawal dari Martha kecil yang kerap sakit-sakitan sampai-sampai dirawat oleh 13 orang dokter. Perkembangan daya pikir nya pun cendrung lambat, sehingga tidak mendapatkan nilai akademis yang baik di sekolah. Ibunda Martha hawatir kondisi tersebut berkelanjutan dan mempengaruhi aspek kehidupan Martha kelak. Herna akhirnya mencoba menggali potensi lain dari sang buah hati. Diajari nya Martha bermacam keterampilan, dari mulai keterampilan berjualan hingga keterampilan cara memilih mana telur yang busuk dan telur yang segar, keterampilan berhitung dan segala sesuatu yang berkenaan dengan “how to solve the problem”. Dari pelajaran penting itu, pelan-pelan Martha tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Ia mulai belajar berdagang barang. Barang pertama yang ia jual adalah gelang dan kalung yang ia rangkai dari tumbuh-tumbuhan sogok dan jali-jali putih. Berikutnya, ia juga berjualan kue kacang pada teman-teman nya.
Beranjak dewasa, Martha tumbuh sebagai anak yang tomboy. Ia tidak pandai merawat diri. Prilaku nya membuat ia tak ubahnya seorang cah lanang. Ditambah hobinya main layangan dan berenang membuat kulit gadis ini terlihat buram, rambut nya merah terkena sinar matahari tak terawat, sehingga kerap dijuluki “elek” (Jelek). Apalagi saat itu Martha sudah menjadi mahasiswa IKIP Jakarta sambil bekerja sebagai guru di Theresia.


Keterangan: Martha Tilaar sewaktu kecil
Sumber: google book: kecantikan perempuan timur
Lagi-lagi Ibunda Herna menasihati akan penting nya merawat diri, terutama bagi guru yang setiap hari harus berhadapan dengan murid. Pernah suatu kali ibunya menegur Martha “Kamu ‘kan seorang guru, tapi ko kaya “dakocan”, apa murid-murid mu tidak takut sama kamu?”. Karena itulah Martha diajak ibunya menemui guru kecantikan di era 1970-1980 an, Ibu Titie Poerwsoenoe, untuk mengikuti les kecantikan. Dari situ Martha mulai mencintai dunia barunya. Dunia baru yang secara sadar ataupun tidak akan menghantarkan nya pada gerbang kesuksesan.


Keterangan: Martha Tilaar sewaktu mengikuti les kecantikan bersama ibu Titie Poerwosoenoe.
Sumber: Googlebook: kecantikan perempuan timur

 Nama Tilaar ia dapatkan setelah menikah dengan suaminya yang juga merupakan dosen filsafat nya ketika kuliah di IKIP Jakarta, Prof. Dr. Henry Alex Rudolf Tilaar atau dikenal dengan Alex Tilaar. Keduanya menikah pada tahun 1964. Alex mendapatkan beasiswa ke Amerika, dan Martha sebagai istri tentunya harus turut mendampingi suaminya disana. Seraya mengisi waktu, sambil mengulik kegemaran barunya di dunia kecantikan, Martha menyempatkan diri kuliah di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana. Suaminya, Alex hanya mengandalkan beasiswa sebesar 210 dolar/bulan tanpa mendapat tunjangan keluarga. Disisi lain Martha harus membiayai kuliahnya. Keterbatasan tersebut membuat Martha lebih kreatif dan inovatif. Ia pun bekerja sebagai baby siter. Dalam waktu singkat ada 13 orang tua yang menitipkan anaknya untuk dijaga Martha. Dari sana Martha mendapat tambahan biaya untuk kuliahnya. Biaya-biaya itu dikumpulkannya hingga menjadi banyak. Setelah dirasa banyak, ia berhenti mengasuh di siang hari, karena harus mengikuti les bahasa Inggris dua kali seminggu, tetapi tetap mengasuh di malam hari.

Keterangan: Martha sewaktu kuliah di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana
Beruntung bagi Martha, setamat kuliah ia mendapatkan state license dari Negara bagian Indiana yang sangat sulit diperoleh, sehingga ia bisa mempraktikan ilmunya disana dengan menjadi seorang beautician. Martha kemudian membuka salon, menjajal kemampuannya dari satu rumah ke rumah berikutnya. Bahkan mantan dosen nya yang “angker” sewaktu kuliah pun di datanginya. Tak disangka istri-istri mereka senang didandani. Martha juga mulai membuka praktek. Ia membuat selebaran bergambar dirinya yang sedang merapikan rambut bertuliskan “Im an Indiana state licensed beautician and would you like to serve your family – (Cuting and hairdo)”

Keterangan: Selebaran jasa salon Martha sewaktu di Amerika
Googlebook: kecantikan perempuan timur

Ia terus menekuni pekerjaannya sebagai seorang beautician sambil sesekali, jika ada ibu-ibu dari Indonesia yang mengikuti tugas suaminya di Amerika, Martha sigap menawarkan jasa salon nya. Martha juga sempat bekerja di salon milik almamaternya, Campes Beauty Salon, Universitas Indiana, AS selama 3 tahun.



DREAM BIG, START SMALL, AND ACT NOW”
Kata-kata diatas adalah pamungkas bagi Martha dalam menggawangi usahanya. Sekembalinya dari Amerika, bermodalkan uang 1 juta rupiah yang merupakan hasil tabungan nya selama bekerja di Amerika, serta sumbangan dari ayah dan adik-adiknya, maka pada 3 januari 1970 berdirilah sebuah salon kecil berukuran 6x4 bernama Martha’s Salon. Martha nekat dan tak pantang menyerah melakoni usaha ini walaupun salon tersebut harus bertempat di sebuah garasi rumah milik ayahnya di Jl Tosari no. 49 Menteng.
Memang, pada saat itu tidak banyak salon di Jakarta dengan fasilitas berstandar “kelas atas” yang didukung tenaga ahli kecantikan yang mumpuni. Martha membaca kondisi itu sebagai sebuah peluang besar. Ia mulai mengotak-ngatik salon nya. Mendesain nya senyaman mungkin; ruang ber-ac, fasilitas air panas-dingin--- sesuatu yang tak lazim pada saat itu , fasilitas generator milik pribadi--- agar listrik tidak mudah byar pret, kebersihan  yang terjaga serta segala detail manajemen yang sangat diperhatikan. Dalam kurun tertentu, salonnya menyedot perhatian kaum hawa, terlebih para istri pejabat, seperti Ibu Rahmi Hatta, Ibu Nelly Adam Malik, Ibu Umar Wirahadikusumah dan Ibu-ibu duta besar lainnya.
Lama-kelamaan, salon Martha tidak lagi dapat menampung para tamu yang datang. Salon diperluas hingga ke rumah. Penghuni rumah harus rela mengalah. Mereka terpaksa tinggal di sebuah ruangan berukuran kecil, bahkan ayah nya harus tidur di garasi. Dua tahun kemudian, Martha melakukan ekspansi. Cabang salon nya di buka di dua tempat, Jl Jawa 2A dan Cikini, “Tempat untuk merawat wajah dan tubuh wanita itu, saya beri nama Martha’s Griya Salon,” tulis Martha dalam buku nya yang berjudul Kecantikan Perempuan Timur.
Keterangan: Segalanya berawal dari sebuah ruangan berukuran 6x4 meter, di garasi rumah orang tua Martha.
Googlebook: kecantikan perempuan timur
PELAJARAN TENTANG TIMUR DARI EROPA
Demi memperkaya ilmu nya di bidang kosmetik tradisional, dua tahun setelah pembukaan salon nya, 1972, ia ke Eropa untuk belajar lebih banyak tentang kecantikan. Semula Martha mengira bahwa Eropa sebagai pusat kecantikan dunia akan memakai aspek-aspek teknologi modern dalam kosmetik nya. Namun diluar dugaan, di Eropa saat itu tengah dilanda demam “kembali ke alam”. Orientasi kecantikan disana sudah berubah. Masyarakat nya jenuh dengan segala sesuatu yang dianggap modern dan mendambakan ramuan-ramuan yang diambil dari alam. Lalu dikunjungi nya lah pabrik kosmetik yang mengolah bahan kosmetik dari ramuan, seperti pabrik Yves Rocher di Prancis, Mary Quant di Inggris, dan Hartleben di Jerman Barat.  Ketika Martha berkunjung ke Belanda dan bertemu seorang pakar kedokteran, ia malah disuruh untuk kembali ke Indonesia, seraya berujar, “ Kamu aneh, kalau kamu ingin memperdalam ilmu untuk mempercantik perempuan Indonesia, tempat nya tidak disini. Warna kulit kita, mata kita, bentuk hidung kita, bahkan musim kita sangat berbeda. Kamu tidak bisa mempercantik orang Indonesia dengan cara barat. Teguran tersebut menyadarkan Martha bahwa segala sesuatu yang datang dari Barat belum tentu yang terbaik. Ada juga dari timur yang tidak kalah baiknya.  Sejak itulah Martha mulai menggali kekayaan budaya nenek moyang untuk mempercantik perempuan Indonesia.
Kemudian, setelah dibukanya 2 cabang salon di jl Jawa dan di Cikini, Martha mulai melangkah kembali dengan mengambil isu “mengungkap rahasia keraton”. Sadar dirinya bukan keturunan keraton, maka ia mengajak sahabatnya, BRA Mooryati Soedibyo untuk mengembangkan usaha dan memproduksi “Mustika Ratu”. Ia juga belajar resep-resep jamu dari tokoh keraton lainnya, seperti pada Ibu Laksminto Rukmi. Hasil kerjasama dengan para penghuni keraton menyebabkan produk Mustika Ratu sangat booming. Sayang nya, kerjasama tersebut harus putus “baik-baik”, karena Mooryati Soedibyo memilih untuk menjalankan usahanya sendiri. Sebagai manusia biasa, tentunya Martha sangat terpukul. Ia harus memulai semua dari nol lagi. Meski demikian, ternyata tuhan merencanakan kebahagiaan lain pada Martha. Tepat di tahun yang sama, Martha akhirnya melahirkan seorang anak yang sehat setelah sebelumnya Martha divonis mandul selama 11 tahun.
Lalu ditahun-tahun berikutnya, Martha kembali melahirkan anak nya yang ke-2, ke-3 dan ke-4.
Seiring dengan perjalanan nya , Martha mulai menjalin kerjasama dengan patner barunya, Kalbe Group, Theresia Harsini Setiady untuk mendirikan perusahaan kosmetik dan jamu bernama PT. Martino Berto. Produk pertama yang diluncurkannya adalah Sari Ayu Martha Tilaar. Mulai tahun 1999, Martha Tilaar Group mulai membeli seluruh saham kosmetik yang dikuasai Kalbe Farma.
BERKAH KRISIS MONETER
Pada tahun 1998, kondisi dalam negeri Indonesia mengalami carut marut ekonomi. Harga rupiah melemah terhadap dolar. Negeri ini mulai dilanda inflasi. Harga barang membumbung tinggi, daya beli masyarakat melemah. Tapi bagi Martha Tilaar, ternyata krisis ini membawa berkah. Bila semula mereka memakai produk luar negeri yang harganya selangit, setelah krisis moneter, konsumen mulai memilah produk lokal yang harganya lebih irit. Martha sudah sangat siap dengan kondisi tersebut. Sehingga produknya terserap dengan baik. Kondisi krisis telah mempercepat penjualan produk Martha. Produk lipstick two in one Sari Ayu memegang kendali paling besar dalam penjualan. Produk ini disebut-sebut sebagai kosmetik bagi para perempuan mapan. Kualitasnya pun tak di ragukan, karena terlahir dari kejelian Martha yang sudah teruji. Pembeli produk impor mahal melirik produk lokal Martha Tilaar. Seolah menjadi Blessing in disguise bagi Martha, tanpa bermaksud mensyukurinya, tetapi krisis moneter merupakan sebuah keuntungan bagi bisnis Martha.
Sampai hari ini, Martha Tilaar masih konsisten dengan perjuangan nya. Perusahaan yang bermula dari modal yang kecil dan mimpi yang besar, kini tumbuh besar dan kuat, bahkan menjadi  “Nyonya Rumah” di negeri sendiri. Martha Tilaar Group saat ini sudah memayungi banyak anak perusahaan yang terdiri atas PT Martino Berto, PT Cantika Puspa Pesona, PT Cedefindo, PT Martha Beauty Gallery, PT Estrella Lab, PT SAI Indonesia (sebelum nya, PT Sari Ayu Indonesia).

Keterangan: beberapa pengahargaan yang diterima perusahaan kosmetik Martha Tilaar
Sumber: Marthatilaargroup.com


PESAN PENTING SEBUAH FILOSOFI
 Kegigihan dan keteladanan tidak diwariskan tuhan sejak dalam kandungan. Ia ada karena manusia berusaha. Demikian hal nya dengan Martha Tilaar. Siapa sangka seorang anak penyakitan, tomboy, dan berparas elek ketika remaja ternyata dapat tumbuh menjadi gadis rupawan. Rupawan dalam kecantikan, rupawan dalam pribadi. Si elek yang dahulu rambutnya merah kusam, kulitnya hitam buram, kini berhasil menciptakan kosmetik yang tidak hanya bisa mempercantik dirinya sendiri bahkan bisa mempercantik seluruh wanita setanah air.
Ia juga menghargai bangsanya dengan tidak berkiblat pada kosmetik luar. Martha percaya kekayaan alam yang dikaruniakan tuhan pada Indonesia patut disyukuri. Dan kita sebagai bangsa nya harus berbangga diri dengan cara  menghargai, memanfaatkan serta menyadarkan masyarakat akan penting nya penggunaan produk lokal yang secara alami disarikan dari kekayaan alam Indonesia. Dengan begitu, niscaya kosmetik buatan anak bangsa akan menjadi “juragan” di rumah sendiri.
Sikap demikian sangat penting, sebab bak mencari jarum di tumpukan jerami, saat ini tidak banyak para pelaku usaha memiliki jiwa nasionalisme seperti Martha. Kebanyakan dari mereka hanya memikirkan ceruk kantong masing-masing tanpa memperhatikan kepedulian sosial serta dampak nya bagi masyarakat. Tak peduli kosmetik tersebut berbahan dasar kimia, berbahaya bagi kesehatan atau bahkan sampai mematikan, beberapa perusahaan yang tak bertanggung jawab terus saja menjual nya seperti mereka menjual kacang, ambil kacang nya, lupakan kulitnya. Ambil uang nya, lupakan akibatnya.
Martha berbeda dari yang lain. Konsep DJITU yang ia pegang selama ini, ternyata benar-benar “jitu” menghantarkannya pada kesuksesan. Arti DJITU ala Martha adalah disiplin, jujur, iman, inovatif dan tekun. Sudah sepatutnya konsep tersebut segera dibumikan dan diteladani banyak orang. Karena Indonesia butuh para pengusaha bermental positif seperti dirinya. Pengusaha yang jujur agar kekayaan alam tidak hanya dikuras, tetapi juga di manfaatkan untuk negerinya. Pengusaha yang disiplin agar tetap konsisten dengan cita-cita dan mimpi besarnya. Pengusaha yang beriman agar produk yang dibuatnya senantiasa bermanfaat tidak hanya bagi manusia tetapi juga tidak merugikan alam. Pengusaha yang inovatif agar segala jerih fikiran nya selalu didekasikan demi sebuah karya yang berkualitas dan kreatif. Serta pengusaha yang tekun, agar semua yang ia usahakan tidak hanya sekedar menjadi mimpi di siang bolong.





Senin, 17 Oktober 2011

MATI SAJA



Matisaja.com
Berikan aku sebilah pisau untuk ku persembahkan pada tubuh ku
Berikan aku sekerat botol racun untuk ku alirkan dalam darahku
Aku tak ingin mewarnai hidupku dengan cerita setan ,
sama sekali tak pernah ku minta itu pada tuhan sejak dalam kandungan
Sejak aku menggumpal sebagai darah
Sejak kali pertama aku  diubah-Nya menjadi daging yang ber-otak
Sejak kali pertama aku dibentuk-Nya dalam kalimat “kun fayakun”
Ada sampur bercorak melingkar sanggar, namun sama sekali aku tak berminat mengutasnya sebagai tali, atau membuatkan simpul padanya agar aku mati.
Aku hanya ingin mati dengan caraku sendiri, tanpa bau darah yang menghunus
Atau teriakan orang kampung yang histeris melihat mayatku yang melotot dan mengglantung
Sumpah! pisau dan sekerat botol racun saja sudah cukup sebagai sesembahan  tubuhku pada kuburan
Pada cacing-cacing tamak yang tak puas sekedar memakan tanah
Atau pada belatung-belatung liar yang tak puas sekedar menghisap sampah

***

Hay malakut! Segera ambil nafasku, aku bosan hidup!
Dunia sudah tak membutuhkanku
Para dewa sudah melemparku
Setan pun sudah mencibirku
Sekalipun atas pasrahku, sekalipun besok tuhan membakarku, aku tetap akan mengucap kalimat itu
Ini saatnya bagi ku teriak sebelum mati
“Asyhadualla Illa Ha Illalah…….”



Ciputat, mari berdoa untuk sebuah kehidupan.


Rabu, 12 Oktober 2011

BUKAN PSIKIATRIAT




Orang gila benci disebut gila. Orang gila benci dikatakan tidak waras dan sinting. Orang gila bukan mereka yang ber-otak kosong dan berpandangan melongpong. Orang gila tetap ingin diakui haknya sebagai manusia, Sekalipun manusia gila. Orang gila benci diteriaki dan ditertawakan. Orang gila benci mengamuk seperti orang kesetanan, orang gila hanya bisa diam melihat orang waras yang memicingkan mata padanya, menyumpahi atau bahkan meludahi harkatnya. Orang gila tidak bersalah. Gila hanya rekayasa tuhan untuk manusia, gila hanya cara kita memandang hidup.
‘‘Aku bukan pesakitan, jangan bawa aku dalam ambulan. Aku tidak ingin ditangani dokter hewan. Rambut ku hanya gondrong, mata ku hanya kosong, bajuku yang bau kotoran, tapi sumpah aku sejatinya orang waras, aku hanya ditakdirkan tuhan.‘‘
Jafran menjerit keras, namun jeritannya cukup disimpan dalam hati, bukan dalam umpatan, tapi dalam penyesalan tentang orang waras yang tak punya hati.
Namun, tak ada yang sanggup mendengar, kecuali organ kemaluan yang sesekali menghunuskan bau busuk pencemaran kuman. Kesimpulannya, Jafran jarang mandi, Jafran jarang Cebok, Jafran benci air! Air sejatinya musuh Spartan yang menjatuhkan tembakan meriam, berbahaya dan luar biasa jahatnya. Entahlah.
Tapi orang yang mengaku waras itu memahami teori Jafran dalam arti lain. Damn it, rutuk Jafran
‘’Jafran bau tai.. Jafran jarang mandi…. ‘’ teriakan bocah kampung itu selalu mengalun dalam ingatannya, sempurna menggerus semua keyakinannya bahwa Jafran masih waras.
Namun Jafran tetap keras memandang bahwa orang salah mengira. ‘’dikiranya saya gila,hahaha.’’ Gumam nya pelan dalam derai rambut jabrik yang menutupi keseluruhan wajahnya.

***

Gila tidak dibagi dalam sekat kategori, gila juga bukan klasifikasi histeris akut atau mereka yang sengaja mengklaim diri nyentrik-menggila seperti yang banyak dilakukan  para artis sinetronan. Gila ya gila, tidak bisa di definisi frasa, tidak bisa ditafsir kata atau bahkan di fahami sebagai makna.

***

‘’ruang apa ini, bau dan gelap? Tidak indah seperti kamarku di panti asuhan?‘‘ Jafran bertanya pada tikus yang mengintip dari celah internit yang ditrabasnya sampai bolong.
Namun tak ada jawaban, tikus itu diam karena bukan tikus ajaib Cinderella. Jafran memicingkan mata sembari menyumpah tikus yang tak sedikitpun berkelakar  atau sekedar berbasa-basi dengannya.
‘‘dasar tikus Gila!! Hihihihi‘‘ umpatnya bahagia.[1]

***

kaum gila sejajar dengan kaum lain yang menghimpun diri dalam komunitas. Komunitas Underground, komunitas Skinhead, Komunitas Jurnalis, sampai komunitas pengajian. Apapun itu judulnya. Gila juga perlu kumpulan, agar mereka bisa bebas memandang dunia tanpa ada yang mencibirnya, atau memonyongkan mulut demi menghinanya.

***

 ‘‘pelangi-pelangi, alangkah indahmu... merah kuning hijau dilangit yang bau! Hahahaha.. pelangi bau, pelangi bau! Hihihih‘‘
 Jafran tak mampu memandang rekannya yang juga dicap orang waras sebagai si gila. Bagi Jafran, dia menyanyi indah. Mampu menghibur yang tak dapat diberikan orang waras.
‘‘Jafran, ayo nyanyi! Hahahah.. lagunya bagus, eh.. lagunya bau! Hihihihi‘‘ teriak si rekan gila girang
Jafran antusias, dia tersenyum senang. Tertawa bersama cekikikan.

***

Satu minggu di tempat ini membuat Jafran Kerasan, dia tak berencana pindah tempat apalagi pulang ke rumah. Cukup baginya tempat ini jadi plesit paling menarik di alam dunia. Plesit yang menghimpunnya bersama sekawanan lain yang sekali lagi di Cap manusia waras dalam satu kata pemuas G I L A !!
Bagi Jafran, keluar artinya ancaman. Karena dia tidak sekedar akan dikucilkan, tetapi secara sadar telah menumbalkan diri untuk dibuang kejalanan.
Tiga atau empat tahun lalu, Jafran serupa hal nya dengan lelaki kebanyakan. Dia belajar, bekerja, berkawin dan beranak-pinak. Kehidupannya walau sederhana, tapi bahagia. Sampai pada suatu sore yang telah membawa nya dalam episode mahadahsyat, dimana dia mendapati Istri dan anak-anaknya sebagai  jelmaan setan duyung yang didaulat kakek moyangnya dari jaman ajali.
Sambil setengah depresi, Jafran  melantun doa, ‘’Tuhan sang pemilik setan, tolong rubah istri dan anak-anak ku dalam bentuk serupa manusia biasa. Sungguh tak mampu aku menanggung beban beberapa ekor keturunan setan ikan di rumahku. Apa yang hendak dikata para tetangga kelak, ‘’ pintanya sembari meratap
Dan sampai kapanpun ternyata tuhan tidak mendengar doa Jafran. Tuhan hanya tersenyum sambil berfirman, ‘’Nikmat manakah yang kamu dustakan ?’’
Jafran mengklaim bahwa tuhan tidak berpihak padanya, tuhan bahkan menuduh berdusta pada nikmat-Nya. Sampai kapanpun Jafran tidak menerima perlakuan tuhan atasnya.
Oleh sebab itu semua, Jafran menyepi ke daerah Batu Rejug  yang terkenal sebagai tanah warisan bromocorah brandal. Pada niat awal, Jafran ingin bertemu dan menagih wangsit kakek moyang yang menjadikan anak-Istrinya sebagai setan ikan duyung buruk rupa, namun niatnya harus runtuh seketika akibat Jafran yang memang tidak memiliki silsilah indang cenayang, sehingga sekuat apapun pertapaannya, dia tidak akan pernah diwarisi apapun oleh kekuatan gaib tersebut.
Alih-alih merubah wujud istri dan anak nya, Jafran malah dikutuk jadi orang sinting seumur hidup. Malang nian nasibnya, walaupun ia berusaha menyirap itu semua, namun ia tetap si Sinting yang lahir pada tatanan dunia baru.

Sadarkah Jafran bahwa itu tidak sekedar kutukan melainkan sebuah umpatan dan amarah tuhan karena dia telah berbuat syirik kepada-Nya ??

Jafran bukan tidak sadar akan hal itu, tetapi ia meyakini bahwa itu semata-mata urusan agama. Biarlah akherat yang menentukan akan dilempar kemana ia kelak, Syurga atau Neraka ? yang Jelas saat ini, Jafran selalu yakin bahwa ia tidak gila. Penamaan ‘’gila’’ atau ‘’sinting’’ hanyalah milik struktur sosial layaknya penamaan kelas sosial pengikut aliran Marxis.

***

Dunia bagi si Gila adalah dunia dari segala rasa, serpihan emosional yang terangkum dalam puzzle, Puzzle pskiatriat. Gila beneran yang sudah kolokal, yang sudah tidak memahami akal, yang menyandu seperti Ciu, yang merekat dan tak lekang.

***

Ciputat, sekian oktober duaribu sekian.



[1] Fakta bahwa tak ada manusia berakal  sehat yang dapat mengumpat sambil tertawa. Tapi ingat, Jafran tetap tidak gila. Do not ever Say That!

Sabtu, 01 Oktober 2011

SI BOHAI


SI BOHAI
Noor Rahmah Julia
Pagi ini saya melihat kucing gemuk berkeliaran di halaman belakang. Ia mengeong, mencari sedikit sesembahan untuk perutnya. Harapannya pagi itu adalah mendapatkan sesuap rezeki untuk sekedar sarapan pagi.
Kucing itu tidak berhenti mengong, mengeluarkan suara maut yang dimilikinya, entah lapar atau hanya mencari perhatian lawan jenisnya.
Belakangan diketahui bahwa kucing itu hamil. Anak nya menurut USG ada 6, semuanya belang, kecuali satu yang tidak belang, dan dia akan terlahir sebagai kucing hitam. Kelak, perkiraan saya, kucing itu pasti akan dijauhi, karena dianggap jelek, dan tidak rupawan.
Tetapi pagi ini, kucing itu kembali mengeong bukan untuk lapar. Dia memang kucing centil yang tak kenyang mencari perhatian kucing-kucing pria di wilayahnya. Harus saya akui dia cukup menarik, karena badannya semok dan Bohai. Jalannya lengak-lenggok kaya mau jaipongan.
Kemarin saya juga melihat kucing serupa menangis, yang ini mukanya segi lima. Ia menangis dan air matanya turun bersama belek. Dia berujar, bahwa wajahnya tak cantik, bulat dan berbentuk segilima. Suaminya pergi meniggalkannya, berselingkuh dengan kucing yan semok dan juga Bohai.
Kata dokter kandungan, usia kehamilan si Bohai tidak lama. Artinya sebentar lagi dia mau punya bayi. Bayi nya lucu, tapi sekali lagi, ada satu yang beda, beda karena warnanya hitam sendiri.
Si Bohai tampak kebingungan. Jangankan mengurus 6 orang anaknya, makan tiap hari saja dia harus menyelinap masuk dan mengendap ke rumah manusia. Dan itu tidaklah mudah. Bohai akan dikuntit dan dikejar manusia, belum lagi dia harus menghadapi tantangan sapu lidi, yang kapanpun siap mendarat di bulu-bulu halus Bohai akibat ulahnya mencuri ikan-ikan sisa.
Fikirannya menerawang. Bohai kembali mengingat kucing jantan yang menghamili nya. Dia memang jantan tapi bukan suaminya.  Sedangkan Si Bohai tidak punya sanak  saudara, sekandung atau se-angkat. Lagipula, kebanyakan warga kucing benci si Bohai, terutama para kucing wanita yang suaminya pernah disambar. Mereka jelas akan serta merta menyerapah dan mengutuk si Bohai, bisa jadi si Bohai diusir dari kampungnya. Lalu dikatai, “Ucing sundel!”
Si Bohai memekik, tak tahan dengan penderitaan yang dialaminya. Dia heran mengapa dia selalu jadi pelarian kemarahan warga. Padahal, jelas ia merasa tak berdosa. Ia hanya memiliki cantik. Itu saja.  dia tidak salah,
“Ini denah kucing, tak ada aturan dan moral yang berlaku.Ini denah kucing tak dibekali etika dan konsep agama. Ini denah kucing, tak gunakan logika dan tak ada tenggang rasa,”  protes Bohai suatu ketika
Bohai mengeong,, setiap eongan nya lembut dan mendesah. Apabila para jantan mendengar, birahi mereka naik dan memuncak.
Sekai lagi si Bohai tidak salah, “saya Cuma kucing, tak mengenal setia jiwa dan raga, jangan salah kan saya jika saya harus bercinta dengan siapa saja” ujar nya
Mungkin si Bohai lupa, paska perang dingin, tatanan dunia menjadi berubah.  Karena pertarungan konsep positipis dan pos-positipis tak pernah usai.  Akibatnya, para kucing jantan banyak berfikir tentang struktur dunia yang anarki, konsep manusia yang sangat agresif seperti yang dikatakan Hobes. Atau Bohai tidak tau, para kucing jantan itu juga membaca leviathan dan Ilprince nya machiaveli. Sehingga para kucing jantan itu akan menggunakan kuantitas agresivitas yang tak terkendali, Bohai akan ada dibawah bayang-bayang para kucing jantan realis.
Begitupun dengan para kucing wanita. Mereka berlomba memperkaya wacana dengan penerapanan konsep emansipasi dan persamaan gender, mereka tidak hanya bercinta dan membuat anak. Mereka juga tidak selalu memikirkan bagaimanan caranya mencuri ikan asin. Mereka sekarang tidak ingin dipoligami, mereke berdemo, dan mengecam para wanita penggoda macam Bohai.
Bohai tercenung dan tidak henti berfikir, “apakah dunia sudah benar-benar merubah karakter utama para kucing? Apakah ini artinya akan ada sebuah teori evolusi baru, yakni kucing saat ini akan menjadi manusia dimasa depan?”
Sungguh ini terlalu rumit bagi tempurung otak si Bohai. faktanya adalah Bohai hanya ingin hidup menjadi kucing normal yang tidak pernah terikat moral. Bukan kucing masa kini yang dilumuri  kepintaran licik! Sedangkan dirinya? Hanya kucing kampung yang dipungut mang Ipul dari pinggir komplek kontrakan para tukang.
“Meong.. meonng..”  Bohai kembali mengaduh pada tuhan tentang nasibnya yang tak rupawan. Ia ingin kembali ke kampung, bersama kucing-kucing polos yang juga tak kenal moral. Kucing kampung teman-teman Bohai yang selalu merasa bebas untuk mencari ikan asin dimanapun dan tidur dengan siapapun. Tentunya bagi mereka, Kelahiran anak tidak jadi masalah karena tidak butuh status marital, anak siapapun dan melahirkan dimanapun.
Kembali Bohai kebingungan karena ada program baru dari pemerintah kota tentang pengurangan jumlah anak demi mereduksi kemiskinan. Dua anak cukup! Seingat Bohai, itu slogan terakhir yang ia baca di pamplet-pemplet pinggir jalan. “duh, bagaimana ini, anak saya kan 6. Susah sekali hidup di dunia kucing yang bersinggungan dengan manusia,” rutuknya sembarang.
Suatu ketika si Bohai berjalan sendiri, sambil menggelandong perutnya yang buncit, dia berininsiatif untuk mengakhiri hidupya.
Baginya,  ketika mati, Roqib dan Atid tidak akan bertanya tentang amalannya di dunia. Tentang kenapa dia tidak menikah secara resmi dibawah bendera hijau KUA, tentang kenapa dia sering sekali berganti pasangan, tentang siapa Bapak dari anak-anak yang dikandungnya, dan tentang hal lain yang berkaitan dengan amalan, kesolehan, etika, dan moral.
Bahkan, ketika matipun, dia hanya pasrah menjadi tanah yang digeliati cacing dan di tumpahi muntah kucing. Dia akan hidup sebagi tanah, bersama mayat orang-orang gila dan sinting. Karena itu sudah ketentuan tuhan
Bohai berjalan menyusur takdir, “sebentar lagi,” fikirnya.




Selasa, 20 September 2011

Pada Suatu


LARVA

Mari aku ajarkan bagaimana kehidupan ini tidak bernyanyi

Mari aku ajarkan bagaimana kehidupan ini tidak berseru

Sekalilah, aku tak pernah sampai pada titik rindu yang menyempurnakan aku selukis cawan Istana

Aku juga tak pernah berhasil menjadi larva yang tersirap dalam rupa kupu2 jenaka

Cukup bentuk dasarku tertuang sebagai ulat busuk yang tak pernah menggeliat

Menyandang predikat mahluk tuhan paling bau menusuk

Menabur gelisah bagi setiap kulit yang menyentuhku

Mari aku ajarkan bagaimana nafas ini tidak berhembus

Mari aku ajarkan bagaimana otak ini tidak berfikir

Sekalilah, aku tak kuasa atas kehendak yang mengaturku




ZOBAR

Kembali aku dituntut menjadi Zobar

Sampai pada aku yang terkesiap untuk segera sigap.

Tak ada alasan mengapa aku ingin menjadi Zobar

Karena hidup tak butuh alasan,

Hidup juga tak butuh belas kasihan

 Kembali Zobar yang tidak dituntut menjadi aku

Sebagai sebuah cerita aneka yang tak berasa

Lihat saja, nanti kucungkil setiap episodenya

Biar orang tau siapa aku dan siapa Zobar



WAJAH

Tuhan yang Esa sudah memahat pesona dalam setiap mu

Menyembul arti dari karakter penting mu

Jadi tuhan yang Esa ingin apa atas rupa mu?

Jika tergores saja kau memanas dan murka

Jadi tuhan yang Esa ingin apa atas pesonamu?

Jika dipuji saja kau melambung dan bangga

Mari ku tunjukan petuah tuhan yang terselip dalam kitab suci

Sebaik-baik mahluk adalah Kamu.


GERIGI

 Benar adanya ini adalah lidah yang bergerigi

Sekali patah, dua atau tiga sakit terlampaui

Benar adanya ini adalah tangan yang bergerigi

Sekali dekap, dua atau tiga tikam dirasai

Benar adanya ini adalah kaki yang bergerigi

Sekali langkah, dua atau tiga duri terinjaki

Benar adanya ini adalah hidup yang bergerigi

Sekali megap, dua atau tiga sesak teracuni


KUTIKULA

Kau menjadi penamaan penting bagi wanita masa kini

Yang memoles seberlian mungkin laksana iklan sabun  cair piring yang berjargon  “cling”

Padahal nyatanya, orang mati tak kan bisa lagi tumbuhkan engkau yang berparas elok

Karena selama hidup kau mendekam dan bertransit di kemewahan salon-salon kecantikan

Kau dipulas bak pualam, dan diolesi tinta kertas bening yang bau nya sengit tak ada dua

Padahal nyatanya kau hanya semacam mahluk figuran yang sumpah tak begitu penting dalam hidup

Laksana engkau yang betapapun tak penting itu, kau tetap penting bagi wanita-wanita anggun arisanan di 

komplek-komplek tua milik para kompeni Belanda

Betapapun kau yang tidak penting itu tetap seperti sinar padma yang tak pernah ada





Ciputat, 20 September dalam apapun kondisinya, yang jelas saya sulit tidur