Kamis, 03 Juli 2014

PARA PEREMPUAN TANGGUH MERAH PUTIH

Kaum perempuan pada waktu itu lebih banyak menyerap model-model glamour dari dunia publik yang lebih fisik sambil sedikit demi sedikit melupakan tokoh-tokoh pejuang perempuan Indonesia”--- Martha Tilaar

MARTHA TILAAR,
Si “Elek” yang Kian Rupawan.


“Martha Tilaar”, sejurus namanya mengingatkan kita pada sebuah produk kosmetik lokal Indonesia. Sari Ayu , merupakan produk domplengan Martha Tilaar yang cukup dikenal. Martha Tilaar sendiri bukan hanya ikon sebuah produk kecantikan. Sesunguhnya ia merupakan sosok perempuan yang tangguh dan gigih menggapai segala mimpinya. Perempuan berbudaya yang berkontribusi bagi bangsa dengan memperkenalkan kearifan budaya lokal melalui pemanfaatan kosmetik berbahan dasar alam tanah air.
Martha Tilaar, lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 4 September 1937.  Ibunda Martha bernama Herna, dan ayahnya bernama Hadana. Ia adalah keturunan Jawa Tionghoa. Kedua nenek dari pihak ayah dan ibunya merupakan Jawa asli, asal Sleman dan Purworejo. Sedangkan kakeknya yang bernama Pranoto Liem merupakan keturunan etnis Tiongkok. Semangat wirausaha Martha memang tidak diwariskan sang ayah, karena beliau adalah seorang guru pada masanya. Bakat itu datang dari “eyang kakung”, panggilan Martha pada kakek nya yang merupakan seorang pedagang palawija sekaligus seorang levaransir tentara Belanda di tangsi Gombong, Jawa Tengah.
Pelajaran menjadi seorang pengampit—sebutan untuk seorang pedagang dalam bahasa jawa--  berawal dari Martha kecil yang kerap sakit-sakitan sampai-sampai dirawat oleh 13 orang dokter. Perkembangan daya pikir nya pun cendrung lambat, sehingga tidak mendapatkan nilai akademis yang baik di sekolah. Ibunda Martha hawatir kondisi tersebut berkelanjutan dan mempengaruhi aspek kehidupan Martha kelak. Herna akhirnya mencoba menggali potensi lain dari sang buah hati. Diajari nya Martha bermacam keterampilan, dari mulai keterampilan berjualan hingga keterampilan cara memilih mana telur yang busuk dan telur yang segar, keterampilan berhitung dan segala sesuatu yang berkenaan dengan “how to solve the problem”. Dari pelajaran penting itu, pelan-pelan Martha tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Ia mulai belajar berdagang barang. Barang pertama yang ia jual adalah gelang dan kalung yang ia rangkai dari tumbuh-tumbuhan sogok dan jali-jali putih. Berikutnya, ia juga berjualan kue kacang pada teman-teman nya.
Beranjak dewasa, Martha tumbuh sebagai anak yang tomboy. Ia tidak pandai merawat diri. Prilaku nya membuat ia tak ubahnya seorang cah lanang. Ditambah hobinya main layangan dan berenang membuat kulit gadis ini terlihat buram, rambut nya merah terkena sinar matahari tak terawat, sehingga kerap dijuluki “elek” (Jelek). Apalagi saat itu Martha sudah menjadi mahasiswa IKIP Jakarta sambil bekerja sebagai guru di Theresia.


Keterangan: Martha Tilaar sewaktu kecil
Sumber: google book: kecantikan perempuan timur
Lagi-lagi Ibunda Herna menasihati akan penting nya merawat diri, terutama bagi guru yang setiap hari harus berhadapan dengan murid. Pernah suatu kali ibunya menegur Martha “Kamu ‘kan seorang guru, tapi ko kaya “dakocan”, apa murid-murid mu tidak takut sama kamu?”. Karena itulah Martha diajak ibunya menemui guru kecantikan di era 1970-1980 an, Ibu Titie Poerwsoenoe, untuk mengikuti les kecantikan. Dari situ Martha mulai mencintai dunia barunya. Dunia baru yang secara sadar ataupun tidak akan menghantarkan nya pada gerbang kesuksesan.


Keterangan: Martha Tilaar sewaktu mengikuti les kecantikan bersama ibu Titie Poerwosoenoe.
Sumber: Googlebook: kecantikan perempuan timur

 Nama Tilaar ia dapatkan setelah menikah dengan suaminya yang juga merupakan dosen filsafat nya ketika kuliah di IKIP Jakarta, Prof. Dr. Henry Alex Rudolf Tilaar atau dikenal dengan Alex Tilaar. Keduanya menikah pada tahun 1964. Alex mendapatkan beasiswa ke Amerika, dan Martha sebagai istri tentunya harus turut mendampingi suaminya disana. Seraya mengisi waktu, sambil mengulik kegemaran barunya di dunia kecantikan, Martha menyempatkan diri kuliah di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana. Suaminya, Alex hanya mengandalkan beasiswa sebesar 210 dolar/bulan tanpa mendapat tunjangan keluarga. Disisi lain Martha harus membiayai kuliahnya. Keterbatasan tersebut membuat Martha lebih kreatif dan inovatif. Ia pun bekerja sebagai baby siter. Dalam waktu singkat ada 13 orang tua yang menitipkan anaknya untuk dijaga Martha. Dari sana Martha mendapat tambahan biaya untuk kuliahnya. Biaya-biaya itu dikumpulkannya hingga menjadi banyak. Setelah dirasa banyak, ia berhenti mengasuh di siang hari, karena harus mengikuti les bahasa Inggris dua kali seminggu, tetapi tetap mengasuh di malam hari.

Keterangan: Martha sewaktu kuliah di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana
Beruntung bagi Martha, setamat kuliah ia mendapatkan state license dari Negara bagian Indiana yang sangat sulit diperoleh, sehingga ia bisa mempraktikan ilmunya disana dengan menjadi seorang beautician. Martha kemudian membuka salon, menjajal kemampuannya dari satu rumah ke rumah berikutnya. Bahkan mantan dosen nya yang “angker” sewaktu kuliah pun di datanginya. Tak disangka istri-istri mereka senang didandani. Martha juga mulai membuka praktek. Ia membuat selebaran bergambar dirinya yang sedang merapikan rambut bertuliskan “Im an Indiana state licensed beautician and would you like to serve your family – (Cuting and hairdo)”

Keterangan: Selebaran jasa salon Martha sewaktu di Amerika
Googlebook: kecantikan perempuan timur

Ia terus menekuni pekerjaannya sebagai seorang beautician sambil sesekali, jika ada ibu-ibu dari Indonesia yang mengikuti tugas suaminya di Amerika, Martha sigap menawarkan jasa salon nya. Martha juga sempat bekerja di salon milik almamaternya, Campes Beauty Salon, Universitas Indiana, AS selama 3 tahun.



DREAM BIG, START SMALL, AND ACT NOW”
Kata-kata diatas adalah pamungkas bagi Martha dalam menggawangi usahanya. Sekembalinya dari Amerika, bermodalkan uang 1 juta rupiah yang merupakan hasil tabungan nya selama bekerja di Amerika, serta sumbangan dari ayah dan adik-adiknya, maka pada 3 januari 1970 berdirilah sebuah salon kecil berukuran 6x4 bernama Martha’s Salon. Martha nekat dan tak pantang menyerah melakoni usaha ini walaupun salon tersebut harus bertempat di sebuah garasi rumah milik ayahnya di Jl Tosari no. 49 Menteng.
Memang, pada saat itu tidak banyak salon di Jakarta dengan fasilitas berstandar “kelas atas” yang didukung tenaga ahli kecantikan yang mumpuni. Martha membaca kondisi itu sebagai sebuah peluang besar. Ia mulai mengotak-ngatik salon nya. Mendesain nya senyaman mungkin; ruang ber-ac, fasilitas air panas-dingin--- sesuatu yang tak lazim pada saat itu , fasilitas generator milik pribadi--- agar listrik tidak mudah byar pret, kebersihan  yang terjaga serta segala detail manajemen yang sangat diperhatikan. Dalam kurun tertentu, salonnya menyedot perhatian kaum hawa, terlebih para istri pejabat, seperti Ibu Rahmi Hatta, Ibu Nelly Adam Malik, Ibu Umar Wirahadikusumah dan Ibu-ibu duta besar lainnya.
Lama-kelamaan, salon Martha tidak lagi dapat menampung para tamu yang datang. Salon diperluas hingga ke rumah. Penghuni rumah harus rela mengalah. Mereka terpaksa tinggal di sebuah ruangan berukuran kecil, bahkan ayah nya harus tidur di garasi. Dua tahun kemudian, Martha melakukan ekspansi. Cabang salon nya di buka di dua tempat, Jl Jawa 2A dan Cikini, “Tempat untuk merawat wajah dan tubuh wanita itu, saya beri nama Martha’s Griya Salon,” tulis Martha dalam buku nya yang berjudul Kecantikan Perempuan Timur.
Keterangan: Segalanya berawal dari sebuah ruangan berukuran 6x4 meter, di garasi rumah orang tua Martha.
Googlebook: kecantikan perempuan timur
PELAJARAN TENTANG TIMUR DARI EROPA
Demi memperkaya ilmu nya di bidang kosmetik tradisional, dua tahun setelah pembukaan salon nya, 1972, ia ke Eropa untuk belajar lebih banyak tentang kecantikan. Semula Martha mengira bahwa Eropa sebagai pusat kecantikan dunia akan memakai aspek-aspek teknologi modern dalam kosmetik nya. Namun diluar dugaan, di Eropa saat itu tengah dilanda demam “kembali ke alam”. Orientasi kecantikan disana sudah berubah. Masyarakat nya jenuh dengan segala sesuatu yang dianggap modern dan mendambakan ramuan-ramuan yang diambil dari alam. Lalu dikunjungi nya lah pabrik kosmetik yang mengolah bahan kosmetik dari ramuan, seperti pabrik Yves Rocher di Prancis, Mary Quant di Inggris, dan Hartleben di Jerman Barat.  Ketika Martha berkunjung ke Belanda dan bertemu seorang pakar kedokteran, ia malah disuruh untuk kembali ke Indonesia, seraya berujar, “ Kamu aneh, kalau kamu ingin memperdalam ilmu untuk mempercantik perempuan Indonesia, tempat nya tidak disini. Warna kulit kita, mata kita, bentuk hidung kita, bahkan musim kita sangat berbeda. Kamu tidak bisa mempercantik orang Indonesia dengan cara barat. Teguran tersebut menyadarkan Martha bahwa segala sesuatu yang datang dari Barat belum tentu yang terbaik. Ada juga dari timur yang tidak kalah baiknya.  Sejak itulah Martha mulai menggali kekayaan budaya nenek moyang untuk mempercantik perempuan Indonesia.
Kemudian, setelah dibukanya 2 cabang salon di jl Jawa dan di Cikini, Martha mulai melangkah kembali dengan mengambil isu “mengungkap rahasia keraton”. Sadar dirinya bukan keturunan keraton, maka ia mengajak sahabatnya, BRA Mooryati Soedibyo untuk mengembangkan usaha dan memproduksi “Mustika Ratu”. Ia juga belajar resep-resep jamu dari tokoh keraton lainnya, seperti pada Ibu Laksminto Rukmi. Hasil kerjasama dengan para penghuni keraton menyebabkan produk Mustika Ratu sangat booming. Sayang nya, kerjasama tersebut harus putus “baik-baik”, karena Mooryati Soedibyo memilih untuk menjalankan usahanya sendiri. Sebagai manusia biasa, tentunya Martha sangat terpukul. Ia harus memulai semua dari nol lagi. Meski demikian, ternyata tuhan merencanakan kebahagiaan lain pada Martha. Tepat di tahun yang sama, Martha akhirnya melahirkan seorang anak yang sehat setelah sebelumnya Martha divonis mandul selama 11 tahun.
Lalu ditahun-tahun berikutnya, Martha kembali melahirkan anak nya yang ke-2, ke-3 dan ke-4.
Seiring dengan perjalanan nya , Martha mulai menjalin kerjasama dengan patner barunya, Kalbe Group, Theresia Harsini Setiady untuk mendirikan perusahaan kosmetik dan jamu bernama PT. Martino Berto. Produk pertama yang diluncurkannya adalah Sari Ayu Martha Tilaar. Mulai tahun 1999, Martha Tilaar Group mulai membeli seluruh saham kosmetik yang dikuasai Kalbe Farma.
BERKAH KRISIS MONETER
Pada tahun 1998, kondisi dalam negeri Indonesia mengalami carut marut ekonomi. Harga rupiah melemah terhadap dolar. Negeri ini mulai dilanda inflasi. Harga barang membumbung tinggi, daya beli masyarakat melemah. Tapi bagi Martha Tilaar, ternyata krisis ini membawa berkah. Bila semula mereka memakai produk luar negeri yang harganya selangit, setelah krisis moneter, konsumen mulai memilah produk lokal yang harganya lebih irit. Martha sudah sangat siap dengan kondisi tersebut. Sehingga produknya terserap dengan baik. Kondisi krisis telah mempercepat penjualan produk Martha. Produk lipstick two in one Sari Ayu memegang kendali paling besar dalam penjualan. Produk ini disebut-sebut sebagai kosmetik bagi para perempuan mapan. Kualitasnya pun tak di ragukan, karena terlahir dari kejelian Martha yang sudah teruji. Pembeli produk impor mahal melirik produk lokal Martha Tilaar. Seolah menjadi Blessing in disguise bagi Martha, tanpa bermaksud mensyukurinya, tetapi krisis moneter merupakan sebuah keuntungan bagi bisnis Martha.
Sampai hari ini, Martha Tilaar masih konsisten dengan perjuangan nya. Perusahaan yang bermula dari modal yang kecil dan mimpi yang besar, kini tumbuh besar dan kuat, bahkan menjadi  “Nyonya Rumah” di negeri sendiri. Martha Tilaar Group saat ini sudah memayungi banyak anak perusahaan yang terdiri atas PT Martino Berto, PT Cantika Puspa Pesona, PT Cedefindo, PT Martha Beauty Gallery, PT Estrella Lab, PT SAI Indonesia (sebelum nya, PT Sari Ayu Indonesia).

Keterangan: beberapa pengahargaan yang diterima perusahaan kosmetik Martha Tilaar
Sumber: Marthatilaargroup.com


PESAN PENTING SEBUAH FILOSOFI
 Kegigihan dan keteladanan tidak diwariskan tuhan sejak dalam kandungan. Ia ada karena manusia berusaha. Demikian hal nya dengan Martha Tilaar. Siapa sangka seorang anak penyakitan, tomboy, dan berparas elek ketika remaja ternyata dapat tumbuh menjadi gadis rupawan. Rupawan dalam kecantikan, rupawan dalam pribadi. Si elek yang dahulu rambutnya merah kusam, kulitnya hitam buram, kini berhasil menciptakan kosmetik yang tidak hanya bisa mempercantik dirinya sendiri bahkan bisa mempercantik seluruh wanita setanah air.
Ia juga menghargai bangsanya dengan tidak berkiblat pada kosmetik luar. Martha percaya kekayaan alam yang dikaruniakan tuhan pada Indonesia patut disyukuri. Dan kita sebagai bangsa nya harus berbangga diri dengan cara  menghargai, memanfaatkan serta menyadarkan masyarakat akan penting nya penggunaan produk lokal yang secara alami disarikan dari kekayaan alam Indonesia. Dengan begitu, niscaya kosmetik buatan anak bangsa akan menjadi “juragan” di rumah sendiri.
Sikap demikian sangat penting, sebab bak mencari jarum di tumpukan jerami, saat ini tidak banyak para pelaku usaha memiliki jiwa nasionalisme seperti Martha. Kebanyakan dari mereka hanya memikirkan ceruk kantong masing-masing tanpa memperhatikan kepedulian sosial serta dampak nya bagi masyarakat. Tak peduli kosmetik tersebut berbahan dasar kimia, berbahaya bagi kesehatan atau bahkan sampai mematikan, beberapa perusahaan yang tak bertanggung jawab terus saja menjual nya seperti mereka menjual kacang, ambil kacang nya, lupakan kulitnya. Ambil uang nya, lupakan akibatnya.
Martha berbeda dari yang lain. Konsep DJITU yang ia pegang selama ini, ternyata benar-benar “jitu” menghantarkannya pada kesuksesan. Arti DJITU ala Martha adalah disiplin, jujur, iman, inovatif dan tekun. Sudah sepatutnya konsep tersebut segera dibumikan dan diteladani banyak orang. Karena Indonesia butuh para pengusaha bermental positif seperti dirinya. Pengusaha yang jujur agar kekayaan alam tidak hanya dikuras, tetapi juga di manfaatkan untuk negerinya. Pengusaha yang disiplin agar tetap konsisten dengan cita-cita dan mimpi besarnya. Pengusaha yang beriman agar produk yang dibuatnya senantiasa bermanfaat tidak hanya bagi manusia tetapi juga tidak merugikan alam. Pengusaha yang inovatif agar segala jerih fikiran nya selalu didekasikan demi sebuah karya yang berkualitas dan kreatif. Serta pengusaha yang tekun, agar semua yang ia usahakan tidak hanya sekedar menjadi mimpi di siang bolong.